" target=" blank">

 

Wednesday, December 14, 2011

Memaknai Pertanian Organik dari Perenpuan

0 comments
MERATAPMU | Berbagai cara digunakan orang atau organisasi untuk mengkampanyekan pertanian organik. Lebih ramah lingkungan, tidak butuh biaya besar karena bisa dibuat sendiri, menghasilkan makanan sehat, dan harga jualnya lebih baik daripada produk pertanian konvensional kini menjadi kalimat untuk menarik minat bertani organik. Bahkan Pemerintah pun mengeluarkan program “GO Organic 2010” dengan target Indonesia mengekspor produk organik pada 2010.

Perusahaan agribisnis yang dulunya memproduksi pupuk dan pestisida kimia, jeli menangkap peluang ini sehingga mulai berlomba memproduksi pupuk dan pestisida organik. Mereka memanfaatkan karakter petani yang sejak jaman pertanian modern telah diarahkan kepada input yang serba instan (benih, pupuk, dan pestisida tinggal pakai). Sehingga proses penyadaran yang tidak utuh akan menggiring petani lebih memilih paket organik instan ketimbang membuat sendiri pupuk dan pestisida dengan alasan efektif dan efisien. Jika hal ini dibiarkan, petani akan selalu tergantung pada produksi buatan pabrik yang bahan baku, kualitas, dan harganya ditentukan oleh penguasa. Petani tidak akan pernah bisa mandiri dan berdaulat sebagai produsen pangan.

Mengembalikan peran perempuan dalam proses produksi juga merupakan pendekatan yang harus terintegrasi dalam pertanian organik. Sebelum masa pertanian modern,  perempuan menguasai sekitar 60% proses produksi mulai dari seleksi benih hingga panen. Kaum perempuan khususnya keluarga miskin menghidupi keluarga dengan memperoleh pekerjaan selama panen, sehingga menyumbang kepada pemasukan rumah tangga secara berarti. Pertanian modern (revolusi hijau) menggusur perempuan dari peran mereka di sawah, sementara anggapan bahwa laki-laki adalah pemimpin rumah tangga mengakibatkan banyak informasi tentang program ini tidak menyentuh kaum perempuan. Belum lagi tipe padi dan teknologi yang digunakan secara sistematik mengabaikan perempuan, input produksi juga menyimpan residu kimia dalam tubuh perempuan. Sehingga perempuan dipaksa meninggalkan pertanian, namun untuk memenuhi tanggungjawabnya sebagai tiang pangan keluarga mereka menjadi tenaga kerja di luar negeri seperti pekerja seks, pekerja rumah tangga, buruh pabrik, dan lain-lain yang rentan dengan pelecahan dan diskriminasi.

Menghidupkan kembali kearifan lokal seperti ritual tanam, kalender musim/ pronoto mongso, kecocokan tanaman dengan karakteristik petani dan kondisi topografi/geografi setiap daerah seharusnya tidak dilupakan pertanian organik. Kearifan lokal dengan berbagai ragam pengetahuan manusia dihapus oleh pertanian modern, menjadi hanya satu pola bentuk pertanian. Bibit lokal, kearifan pengetahuan pertanian lokal dicap “primitif” oleh penggiat pertanian modern. Julukan primitif ini diikuti promosi besar-besaran jenis padi hibrida unggul, tahan terhadap segala jenis penyakit dan hama, produksi lebih tinggi, dan waktu panen yang cepat.

Praktik pertanian organik seharusnya membawa perubahan mendasar dalam kehidupan sosial yang dulu pernah ada dan hidup di komunitas pedesaan. Dulu, hubungan antara pemilik tanah dan penggarap tidak hanya didasarkan pada ikatan ekonomis saja, tetapi mereka juga menjalin hubungan yang mengandung ikatan solidaritas sosial. Contohnya, bila salah seorang keluarga petani ditimpa musibah atau gagal panen, maka beban ini ditanggung oleh anggota komunitas yang lain, termasuk oleh pemilik tanah. Solidaritas masyarakat desa ini pulalah yang mencegah dan menyelamatkan keluarga-keluarga petani miskin dari bencana kelaparan yang disebabkan oleh kerawanan ekologis. Apabila pendekatan pertanian organik tidak holistik, maka pertanian organik tidak ubahnya seperti revolusi hijau. Sumber : Bina Desa

0 comments:

Post a Comment

 
News PERGAULAN. COM © 2011 Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Counter Powered by  Counter4me.com
seo keywords