" target=" blank">

 

Monday, December 19, 2011

Cerita Tentang Buaya dan kura - kura

0 comments
MERATAPMU | “Tra la la, tra li li”. Pak Buaya bernyanyi sambil membuka pintu pagarnya. Ketiga tetangganya berlarian ke  jendela, ingin melihatnya. Soalnya Pak Buaya biasanya tak pernah gembira.     
“Tumben. Kenapa dia?” Tanya burung Kasuari keheranan. “Aku melihatnya tertawa terahkir lima tahun yang lalu. Ia pun tertawa kecut.”

“Mungkin dia ulang tahun,” Kata Harimau.
“Dan mendapat kiriman kue tar,” sambung Kura-kura.
Tapi Kasuari tak percaya kalau Buaya berulang tahun.

Saat itu Pak Buaya melihat para tetangganya berdiri dibelakang jendela. Biasanya, dia pasti sudah bersikap ketus pada mereka. Tapi pagi ini lain. ”Selamat Pagi,” sapanya sambil tertawa.
“Selamat pagi, Pak Buaya,” jawab mereka keheranan. Biasanya Pak Buaya tak pernah mau menyapa mereka.

“Pagi ini indah sekali ya,” kata Pak Buaya rumah.
“Ya,” jawab mereka.
“Ada berita baik,” kata Pak Buaya bangga. “Aku beli mobil.”
“Ooo!” seru Harimau dan Kura-kura. Kasuari berbisik, “Pantas dia senang betul!”
“Mobilnya bagus. Besar. Atapnya terbuka dan tuternya lebih keras dari pada bunyi terompet. Jalannya cepat. Dua ratus kilometer per jam! Remnya …”

“Warnanya apa?” tanya Kura-kura. Peduli amat dengan remnya.
“Merah. Merah api! Besok kalian melihatnya. Akan kuparkir di halaman. Halaman berumput ini baik untuk memarkir mobil. Kalau diparkir di pinggir jalan, batu-batu jalanan terlalu keras untuk bannya.”
Keesokan harinya Pak Buaya kecewa sekali. Tetangga-tetangganya melihat mobilnya untuk pertama kali bukan di halaman, tapi … di tengah pasar yang kacau balau! Kalian ingin tau apa yang terjadi? Begini ceritanya.

Pagi-pagi sekali Pak Buaya sudah bangun. Setelah mandi dan makan pagi, dia pergi ke toko mobil. Setelah menandatangani surat-suratnya, Pak Buaya menyalami Pak Buldog, pemilik toko, lalu langsung duduk di belakang kemudi sambil tersenyum-senyum. Nah, beres. Sekarang dia bisa memamerkan mobil barunya.
Pak Buaya memegang kemudi mobilnya, sambil menoleh kebelakang. Lalu diputarnya kemudi itu. Tapi, eh … mobilnya tidak bergerak. Bagaimana cara mengemudikannya? Pak Buaya memang pernah belajar mengendarai mobil. Dia juga sudah memiliki SIM. Bahkan kemarin SIM itu dimasikkannya dalam dompet baru. Tapi SIM itu sudah lama didapatnya. Sudah beberapa tahun yang lalu. Sekarang dia sudah lupa lagi bagai mana cara mengemudikan mobil. Dia bahkan sudah lupa perseneling yang mana dan pedal mana yang harus di injaknya jika dia ingin mengerem.    

Pak Buldog segera menerangkan kepada Pak Buaya, bagai mana cara mengemudikan mobil besar itu. Sebentar kemudian mobil itu sudah meluncur di jalan. Jalannya mulus dan suara motornya hamper-hampir tidak kedengaran. Wah, betapa bangganya Pak Buaya. “Tra la la, tri li li,” dia menyanyi. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan.

Tetapi, jika kau sedang mengendarai mobil, seharusnya kau melihat kedepan. Karena Pak Buaya menoleh-noleh terus, mobilnya menabrak mobil pengantar susu.
Bling! Bing! Kling! Kling! Botol-botol susu saling bertabrakan. Untung tidak ada yang pecah. Pak Gorila, supir mobil itu, marah-marah dapa Pak Buaya, “Goblok! Matamu kemana?”

Pak Buaya gugup. Dia mencoba mengundurkan mobilnya. Tapi mobil itu malah naik ke trotoal dan hampir menabrak orang. “Kalau tidak bisa nyupur, jangan bawa mobil”,  teriak Pak Gorila.
Pak Buaya jengkel juga, lebih baik aku ke jalan raya saja, agar orang-orang bisa melihat mobilku, pikirnya. Pak Buaya memang sedang sial. Ternyata pada siang hari mobil tak boleh lewat jalan raya itu. Terpaksa dia membelokkan mobilnya, dan akhirnya Pak Buaya tiba di pasar.

Pasar penuh dengan hewan-hewan yang berjualan dan berbelanja. Dengan keheranan mereka melihat mobil Pak Buaya.  Pak dan Bu Jerapah yang menjual kenari, menjulurkan lehernya yang panjang. Dan Pelikan yang menjual Ikan berkata, “Wah, bagus sekali mobilnya!”
Tiga ekor kera kecil yang sedang makan pisang melihat mobil Pak Buaya. Mereka berlarian mendekati mobil, sambil berteriak-teriak, “Hore! Hore!” Pak Buaya khawatir kalau-kalau kera-kera kecil itu akan memegang-megang mobilnya dengan tangan mereka yang kotor kena pisang. Tetapi dia tidak berani melarang mereka mendekati mobilnya. Lagipula, sebetulnya dalam hati dia bangga sekali. Setelah puas melihat mobil, ketiga kera itu segera pergi lagi. Karena di pasar banyak hal lain yang menarik.

Pelika juga sudah berdiri membelakanginya, sibuk mengatur ikannya. Pak dan Bu Jerapah juga sedang sibuk melayani pembeli. Tak ada lagi yang memperhatikan mobil Pak Buaya! Pak Buaya jadi bosan sendiri. Dia memutuskan untuk meninggalkan pasar. Tapi aapa yang terjadi? Di depan mobilnya sudah ada klot yang penuh sayuran dan di belakangnya penjual tomat sudah menyusun kotak-kotak tomatnya. Mobil Pak Buaya tak bisa keluar.

“Sialan!” gerutunya. Terpaksa Pak Buaya menunggu sampai penjual tomat atau tukang sayur itu pergi.
Setengah jam berlalu …dan Pak Buaya masih saja menunggu. Dia menoleh ke kana dan ke kiri. Pasar masih ramai. Tapi Pak Buaya sudah bosan. Dikeluarkannya saputangannya dan disekanya keringatnya. Dia ingin duduk bertumpang kaki. Tapi tak bisa, karena kakinya pendek-pendek. Pak Buaya jengkel sekali!
Akhirnya Pak Buaya tak sabar lagi. Dibunyikannya tuter mobilnya. “Teet! Teet! Teet!” Keras sekali. Lebih keras dari pada bunyi terompet. 

Pak penjual tomat tenjadi kacau. Penjual- penjual, pembeli-pembeli dan pak buaya sendiri, semuanya berteriak-teriak. Hamper saja terjadi perkelahian. Untungnya pak beruang hansip menjaga keamanan pasar segera dating. “ Apa Bapak tidaj tahu bahwa bapak bisa dituntut karena mengacau pasar?”
“Eh … te … tetapi …” jawab Pak Buaya Tergagap.
“ Tidak ada tetapi teetapi,” kata hansip tegas.
“Bapak didenda.”
Muka Pak Buaya merah karena merah. Terpaksa dia membayar denda. Hewan-hewan di pasar itu menertawakannya.
“Awas kalau berani mengacau lagi,” kata hansip sebelum pergi.

Mau tak mau Pak Buaya harus menunggu lagi, karena Pak penjual tomat dan tukang sayur masih ingin berjualan. Dan mereka jengkel terhadap Pak Buaya, jadi tau mau minggir. Ketika dia sedang duduk cemberut dalam mobilnya, tetangganya, Harimau dan Kasuari datang naik sepeda tua meraka. Pak buaya kecawa. Dia lebih suka kalau kedau tetangganya itu melihat mobilnya dihalaman rumahnya, bukan di tengah pasar.
“ Wah, wah, bagus sekali mobilnya,” kata mereka kagum.
“Kelihatannya enak, ya, duduk di situ,” kata Kasuari sambil memandang tempat duduk mobil yang empuk dengan iri. “Pasti kau tidak akan sakit pinggang. Tidak seperti kami yang naik sepeda tua ini. Tapi, apakah mobilmu tidak terlalu besar?”
“Oh, tidak,” jawab Pak Buaya.
Kasuari tidak percaya. “Bagaimana kau bisa keluar dari sini? Eh, tapi gampang, ya. Tuter saja. Tentu nanti Pak penjual tomat minggir.”
Pak Buaya jengkel sekali. “Kalau aku tak bisa keluar, aku akan menunggu disini. Sekarang tingggalkan aku sendiri!”

“Oh, baik, baik,” kata Kasuari heran. Dia tak mengerti kenapa tetangganya tiba-tiba marah. “Tapi menurut pendapatku mobil itu terlalu besar, “katanya, bandel. “Kau harus menunggu berjam-jam sebelum bisa keluar? Kalau aku sih lebih suka sepeda tua ini. Kami bisa pergi kemana saja kami mau! Tapi ya, kesenangan orang kan lain-lain. Sampai ketemu lagi, Pak Buaya!”.
Kasuari dan Harimau menaiki sepeda tua mereka, lalu mengayuhnya dengan gembira. Pak Buaya memandang mereka dan menarik nafas… Hmm, betapa senangnya kalau bisa pergi kemana saja kita mau.

Pak Buaya jadi sedih. Tak ada orang bernasib sesial aku, pikirnya… Eh, apa ini? Tiba-tiba Pak Buaya merasa air matanya meleleh. Cepat-cepat diangkatnya kedua kaki depannya dan dihapusnya air matanya. Wah, kalau sampai ada yang melihat dia menangis, betapa malunya dia. Sambil duduk itu Pak Buaya merenung. Memang semua tadi salahnya sendiri. Kalau dia minta baik-baik pada Pak penjual tomat atau pada Tukang sayur, tentu mereka mau minggir dan dai bisa lewat. Pasti semua beres. Tapi tadi dia mengklakson keras-keras sehingga semua orang terkejut dan marah kepadanya. Betapa tololnya dia!
“Selamat siang, Pak Buaya,” tiba-tiba didengarnya berkata.” Bagus sekali mobilnya.”

Pelan-pelan Pak Buaya membuka matanya. Dilihatnya kura-kura tetangganya sedang memandang mobilnya. Kura-kura kagum sekali melihat lampu mobil, bannya dan catnya. Tiba-tiba ia menoleh memandang Pak Buaya dan berkata, “Kenapa tidur disini?” mobilnya mogok? Kalau segalanya beres, memang enak punya mobil. Tapi kalau mesinnya rewel begini, payah. Lebih baik jalan kaki saja. Jalan kaki itu sehat, lho. Taruhan, pasti aku lebih dulu tiba dirumah. Nah, sampai ketemu lagi, Pak Buaya.”
Pak Buaya diam saja. Bayanykan, seekor kura-kura bisa berjalan lebih cepat dari mobil barunya, yang jalannya bisa dua ratus kilometer per jam! Pak Buaya menggertakkan giginya dan karena giginya banyak, suaranya juga keras sekali!

Hari sudah hamper malam ketika Tukang tomat dan Tukang sayur meninggalkan pasar. Sambil menarik nafas lega Pak Buaya menstarter mobilnya dan pulang. Udara malam yang segar meredakan kejengkelannya. Tapi saying sekali tak ada tetangganya yang melihat ketika dia tiba di rumah. Tak ada yang memandang dan kagum ketika ia memarkir mobilnya di halaman.

Hari sudah malam, jadi Kasuari, Harimau dan Kura-kura sudah tidur. Mungkin mereka sedang bermimpi tentang mobil baru Pak Buaya, tapi Pak Buaya kan tidak tahu. Yang melihat Pak Buaya pulang hanyalah seekor burung hantu, yang kebetulan sedang terbang lewat. Dan burung hantu itu menggeleng-gelengkan kepalanya karena keheranan.

0 comments:

Post a Comment

 
News PERGAULAN. COM © 2011 Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net Counter Powered by  Counter4me.com
seo keywords